Menyoal Keterlibatan Perempuan di Panggung Politik 2019

Wacana.info
Marini Ariakati dan Suraidah Suhardi. (Foto/Istimewa)

MAMUJU--Negara sudah menjamin keterlibatan perempuan pada setiap momentum politik. Di pemilu 2019 nanti misalnya, partai politik diwajibkan memenuhi kuota 30 Persen keterwakilan perempuan dalam komposisi Caleg yang diusung.

Jalan panjang Caleg perempuan di kancah politik khususnya di Sulawesi Barat kini terbentang luas. Apalagi dengan melihat perbandingan  jumlah pemilih laki-laki dengan perempuan yang faktanya tak jauh beda.

Dikutip dari situs resmi KPU Sulawesi Barat, jumah pemilih untuk Pemilu 2019 mendatang ditetapkan sebanyak 842.005 orang. Terdiri dari pemilih laki-laki berjumlah 422.013 orang dan pemilih perempuan sebanyak 419.992 orang.

Namun stigma negatif yang seolah sudah jadi kesimpulan umum tentang keterlibatan perempuan di gelanggang politik kudu 'terpaku mati' di benak publik. Perempuan yang ikut serta di momentum politik terlanjur dilihat sekedar pelengkap saja; menggugurkan kewajiban pemenuhan kuota 30 Persen di atas.

Anggota DPRD Sulawesi Barat, Marini Ariakati menilai, keterlibatan perempuan dalam di dunia politik sesungguhnya sudah jauh lebih baik. Buktinya, ada banyak perempuan yang kini duduk di lembaga legislatif di Sulawesi Barat.

"Kita di DPRD Sulbar ada banyak anggota DPRD yang perempuan. Kalau dipersentasekan, sudah 20 Persen. Bahkan ketuanya pun perempuan. Wagub kita pun perempuan. Ini membuktikan bahwa publik memang punya tingkat kepercayaan besar terhadap kaum perempuan," kata Marini kepada WACANA.Info, Rabu (30/01).

Dicap sebagai pelengkap di Pemilu 2019, serta jumlah pemilih perempuan yang terbilang cukup besar hendaknya dijadikan tantangan sekaligus peluang. Kata Marini, perempuan yang ikut ambil bagian di Pemilu nanti harus mampu menjadikan tantangan itu sebagai pelecut semangat dalam meraih peluang yang begitu besar di Pemilu 2019 nanti.

"Ini tantangan sekaligus peluang bagi perempuan. Nah, tinggal bagaimana perempuan bisa membuktikan bahwa ia mampu menjadi representasi keterwakilan masyarakat, khususnya kalangan perempuan di parlemen. Di sini memang dibutuhkan kualitas yang baik dari Caleg perempuan," beber politisi cantik dari Partai Golkar itu.

Jumlah pemilih perempuan memang cukup besar. Namun ada kecenderungan bahwa pemilih perempuan belum tentu memilih calon yang perempuan juga. Di mata Marini, hal tersebut sebagai sesuatu yang lumrah. Kata dia, selama perempuan bisa meyakinkan pemilih bahwa ia mampu dan punya kualitas, maka kecenderungan di atas tak perlu dirisaukan.

"Ingat, perempuan memang sangat selektif untuk memilih. Tapi kalau perempuan sudah menjatuhkan pilihannya maka akan sangat sulit untuk dirubah lagi," tutup Marini Ariakati.

Tampil sebagai figur yang mampu menjawab sejumlah permasalahan yang dihadapi kalangan perempuan idealnya bisa jadi poin penting untuk Caleg perempuan meyakinkan kaumnya di Pemilu tahun ini. Ada banyak isu yang cukup dekat dengan perempuan yang harusnya bisa menjadi fokus Caleg perempuan.

"Misalnya bagaimana mengatasi angka kematian ibu dan bayi yang masih tinggi, atau bagaimana menurunkan angka gizi buruk. Itu semua isu yang terbilang cukup dekat dengan pemilih perempuan. Idealnya memang, Caleg perempuan itu harus mampu meyakinkan publik bahwa ia punya kapasitas untuk menjawab sejumlah persoalan yang bersentuhan langsung dengan perempuan," ujar Ketua DPRD Mamuju, Suraidah Suhardi.

Politisi Demokrat itu tak menampik stigma negatif yang masih melekat di benak publik terkait keterlibatan perempuan di kancah politik 2019. Meyakinkan publik khususnya kalangan perempuan bahwa Caleg perempuan juga punya kapasitas dan layak untuk dipilih adalah hal yang wajib terus diperjuangkan oleh para perempuan yang ikut ambil bagian di Pemilu 17 April 2019 nanti.

"Di sini lah peran Caleg perempuan itu. Bagaimana ia bisa membutikan diri bahwa ia bisa menjadi representatif keterwakilan kalangan perempuan di Pemilu 2019. Ini harus dimanfaatkan betul oleh setiap perempuan yang ikut ambil bagian di Pemilu. Bagaimana mereka mampu meyakinkan publik bahwa ia pantas untuk dipilih," begitu kata Suraidah Suhardi. 

Perempuan di panggung politik adalah bagian dari hak warga negara. Namun beberapa catatan penting untuk menjadi pertimbangan. Direktur Ekesekutif lembaga Esensi Sulawesi Barat, Nursalim Ismail menganggap, gerakan politik adalah ruang menyuarakan kepentingan rakyat. Kehadiran kelompok perempuan adalah bagian yang tak terpisahkan dari upaya menyuarakan hak-hak kaum perempuan.

"Namun demikian, tidak dipungkiri, sejauh ini, masih dipandang sebelah mata dalan setiap momentum politik. Ini disebabkan oleh masih belum ditemukannya patron yang pas untuk mengenali sedalam mungkin terhadap peran politik perempuan," sebut Nursalim via WhatsApp.

Direktur Eksekutif Esensi Sulbar, Nursalim Ismail. (Foto/Facebook)

Kata Nursalim, peningkatan kualitas perempuan di kancah politik adalah hal yang wajib untuk ditunaikan. Pun begitu dengan kualitas kalangan perempuan di tengah masyarakat.

"Memberikan ruang kepercayaan publik terhadap perempuan di panggung politik hendaknya selaras dengan penguatan kualitas dan kapasitas kelompok perempuan,"  tutup Nursalim Ismail. (Naf/A)